RELASI RITUAL MITONI DENGAN AGAMA ISLAM
Ikhwani Mufidhah
Mahasiswi IAIN Surakarta
Kata Kunci : Mitoni, Budaya Jawa, Agama Islam
Abstrak
Mitoni atau dalam istilah tujuh bulanan saat Ibu hamil kerap kali masih menjadi hal yang membingungkan. Untuk orang Jawa sendiri, Istilah Mitoni bukan hal yang tabu untuk diperbincangkan, tetapi yang menjadi kebingungan oleh banyak masyarakat. Tentang bagaimana prosesi mitoni itu, apakah ada hubungan mitoni dengan agama islam itu. Dalam hal ini, istilah-istilah yang digunakan dalam mitoni bukan sekedar yang tanpa arti, dalam hal ini juga terselip filosofi mitoni, terdapat kaitan dengan agama Isam, dan kental dan kaya akan kebudayaan Jawa. Mitoni yang kerap menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat Jawa sendiri ini, pada kesempatan ini saya menyisipkan beberapa poin yang mungkin bisa menjadi relaksasi sebagai orang Jawa dan tentunya bagi yang bergama Islam.
PENDAHULUAN
Kata Mitoni, sudah buk an menjadi perihal kata tabu yang didengar oleh orang-orang Jawa, Mitoni merupakan salah satu upacara kelahiran pra-lahir, hingga saat ini, mitoni disini memiliki pro-kontra hingga sekarang, ada yang tidak mau ketika ia mengandung tapi tidak mau melakuakn acara mitoni karena berbagai alasan. Mitoni atau yang lebih familiar dengan istilah tingkeban merupakan tradisi lama yang diwariskan dari generasi ke generasi, masih dijumpai hingga saat ini. Tradisi mitoni ini telah berkembang sejak zaman dahulu, konon pada waktu pemerintahan Prabu Jayabaya. Menurut cerita, ada seorang wanita bernama Niken Satingkeb yang menkah dengan seorang punggawa Kerajaan Kediri bernama Sadiyo. Dari perkawinan itu lahir sembilan anak, sayangnya tidak ada seorangpun bertahan hidup. Namun demikian hal itu tidak membuat Sadiyo dan Niken merasa putus asa, mereka terus berusaha untuk mendapatkan keturunan . mereka berdua pergi mengadukan nasibnya ke Raja Jayabaya.
Raja Jayabaya merupakan raja yang arif dan bijaksana. Dia memberi petunjuk kepada Setingkep untuk menjalani 3 hal. Pertaama, mandi setiap hari tumbak (rabu). Kedua, mandi setiap hari budha (sabtu). Dan ketiga mandi suci, dilakukan pada pukul 17.00 dengan menggunakan air suci dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa(bathok) disertai do’a atau mantra (Saksono, 2012. 133) Setelah mandi Nyai Niken harus memakai pakaian serba putih.
FILOSOFI MITONI
Upacara mitoni merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan ketujuh masa kehamilan seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan Ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan Orang Jawa menamai usia kehamilan tujuh bulan dengan nama Sapta Kawasa Jati. Sapata berarti tujuh, kawasa berarti kekuasaan, dan Jati yang berarti nyata. Jika Yang Maha Kuasa menghendaki, dapat saja ketujuh bayi lahir sehat dan sempurna. Bayi yang lahir tujuh bulan sudah dianggap matang bukan premature.(Prabawa, 2012. 120 ). Hari pelaksanaan upacara mitoni biasanya pada hari sabtu wage atau Setu wage. Makna singkatan dari Setu wage adalah Tu artinya metu atau keluar dan Ge artinya Gage atau cepat-cepat. Jadi maksudnya, pada waktu kelahiran bayi, si bayi agar cepat keluar, sehat, dan selamat(Prabawa, 2012. 121)
Secara umum ,beragam upacara dapat digolongkan sebagai bersifat musiman dan bukan musiman. Ritual musiman diadakan pada acara-acara yang sudah ditentukan, dan pelaksanaannya selalu terdapat peristiwa dalam siklus lingkaran alam siang dan malam ,musim-musim, gerhana ,letak planet-planet, dan bintang-bintang. Sedangkan ritual bukan musiman dilaksanakan pada saat krisis, dan ritual bukan musiman ini secara khusus diadakan dengan mengikuti kalender lingkaran hidup. Ritual merupakan suatu upacara yang dikaitkan dengan keyakinan keagamaan. Upacara diselenggarakan dengan syarat dan rukun tindakan tertentu dalam masa dan tempat tertentu.
Dalam pelaksanaan upacara mitoni tersebut perlengkapan yang harus dipersiapkan antara lain adalah kursi untuk duduk calon ibu bayi, air kembang setanam yang ditaruh didalam bokor ,dan tempurung kelapa sebagai gayung siraman. Selain itu boreh yang digunakan untuk memboreh tubuh calon ibu sebagai sabun, kendi yang digunakan untuk upacara mandi paling akhir, telur, dua kelapa gading yang digambari tokoh Kamajaya dan Dewi Ratih (Kamaratih), serta kain sebanyak tujuh buah. (Herawati, 2010. 57)
Pelaksanaan ritual siraman dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, siraman dilakukan oleh para sesepuh, berjumlah tujuh orang. Siraman pertama dilaksanakan oleh ayah dari sang calon ibu, lalu dilanjutkan oleh ibu dari sang calon ibu, kemudian oleh ibu para sesepuh., Kedua, setelah ketujuh sesepuh selesai menyirami si calon ibu, dilanjutkan dengan pemakaian dua setengah meter kain putih yang dililitkan ke tubuh ibu calon bayi. Selanjutnya, upacara memasukkan telur ayam kampung kedalam kain calon ibu oleh sang suami melewati perut hingga pecah.
Ketiga, selesai memasukkan telur yang melewati perut sang calon ibu, dilanjutkan dengan berganti kain panjang dan pakaian sebanyak tujuh kali. Dalam acara berganti pakaian ini dilandasi dengan kain putih. Keempat, pada acara berganti pakaian sebanyak tujuh kali dipersiapkan kebaya tujuh macam, kain panjang batik atau jarik tujuh macam, dua meter lawe, dan stagen. Kelima, memasukkan dua kelapa gading di dekat perut ibu yang hamil. Kelapa itu diperosotkan dari atas kebawah dan diterima oleh calon nenek. Kemudian ,diteruskan dengan acara calon nenek dari pihak calon ibu menggendong kelapa gading yang telah digambari tokoh Kamajaya dan Dewi Kamaratih bersama ibu besan.
Keenam, calon ayah memilih satu diantara dua buah kelapa gading tersebut, kedua kelapa berada dalam posisi terbalik. Hal ini dimaksudkan agar calon ayah tidak bisa melihat gambar tokoh Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Selanjutnya, kelapa yang sudah dipilih itu dipecah atau dibelah. Ketujuh, memilih nasi kuning yang terletak didalam takir sang suami. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara jual dawet dan rujak. Bagi pembeli yang menginginkan dawet atau rujak cukup membayar dengan pecah genting. Uang penjualan ,lalu dimasukkan kedalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Lalu kuali dibawa kedekat pintu dan dipecah di depan pintu tersebut
Hidangan atau makanan yang perlu disediakan untuk acara mitoni terdiri dari tumpeng kuat, jajan pasar yang diperoleh di pasar, dawet, rujak, keleman, satu potong ayam ingkung, bubur putih, ketupat lepet, nasi kuning yang ditaburi telur dadar, teri goreng, rempah, dan ayam goreng. Upacara tingkeban diselenggarakan pada siang atau sore hari dengan mengadakan selamatan atau kenduri yang dihadiri oleh dukun perempuan (dukun beranak), para kerabat, dan ibu-ibu tetangga terdekat. Usai kenduri selesai, para hadirin segera membawa pulang sebagian sesajian yang telah di beri do’a. Sesajian dikemas dalam besek dan encek, yaitu suatu wadah yang terbuat dari sayatan dan anyaman bambu.
KAITAN AGAMA ISLAM dengan RITUAL MITONI
Agama dan ritual ibarat dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Jika diibaratkan, seperti isi dan bungkusnya, roh dan jasadnya. Dalam arti kebudayaan, agama merupakan pengetahuan dan keyakinan kepada Yang gaib, sedangkan ritual adalah perwujudan pengetahuan dan keyakinan yang dipraktekan secara simbolik dalam kehidupan. Ritual menunjukkan sistem-sistem simbolik yang menjelaskan tentang apa yang dipahami dan dirasakan serta motivasi-motivasi yang sangat kuat dalam diri pemeluk untuk melakukan relasi kepada Yang Gaib dan meneguhkan keyakinan berdasarkan dan atau melalui relasi seperti itu, seperti yang terlihat dan ditampakkan di dalam ritual keagamaan.(Widodo, 2016. 81)
Tindakan-tindakan simbolik dalam ritual tersebut, hampir selalu menjelaskan adanya keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan gaib( supranatural) yang ingin dituju atau dihubungi, dengan suatu formula yng khusus yang umumnya terdiri dari serangkaian tindakan khusus dan ucapan-ucapan khusu seperti pembacaan teks-teks ‘suci’ dan doa-doa, atau dzikir-dzikir, yang dilakukan oleh seorang diri atau secara bersama-sama. Ritual, baik yang bersifat personal maupun komunal dilakukan karena adanay realitas yang dihadapi atau peristiwa yang ingin diperingati atau dikuduskan, supaya ada perubahan yang lebih baik bagi individu maupun kelompok yang tinggal dalam suatu lingkungan tertentu.
Realitas yang dihadapi dapat berupa kondisi-kondisi yang buruk seperti na’as, nasib buruk, musibah atau cobaan. Dalam hal ini ritual dilaksanakan agar yang bersangkutan bisa bersabar menerima cobaan tersebut, atau agar musibah tersebut hilang atau berkurang sedangkan dalam kondisi yang baik(keadaan yang membahagiakan) ritual dilaksanakan sebagai selamatan tasyakuran karena merasa apa yang diinginkan terkabul
Penyebaran Islam di Indonesia di mulai dari abad ke-7, yang dibawa oleh pedagang, yang penyebarannya melalui beberapa sarana seperti, perdagangan, perkawinan, seni, pendidikan dan dengan cara akulturasi. Memungkinkan adanya perpaduan antara Islam dengan budaya Jawa salah satunya mitoni. Yang pertama adalah Tasyakuran, termanifestasi dari surat Ibrahim ayat 7. Acara Tasyakuran ini sangat besar dalam memberikan semangat hidup kepada sang Ibu. Kesehatan dari Ibu dan calon bayi sangat perlu disyukuri, sehingga hal ini dapat meningkatakan mental calon Ibu dan memberikan efek kepada calon bayi(janin, kedua adalah doa, dengan bantuan orang-orang yang hadir pada acara mitoni, sang jabang bayi didoakan agar kelak tumbuh menjadi pribadi yang arif dan berkah rezekinya.
Ketiga, Ta’awun(tolong-menolong) seperti yang termanifestasi dalam surat Al-Maidah ayat 2. البيت الحرام يبتغون فضلا من ربهم ورضوانا واذا حللتم فا صطادوا ولايجر منكم شنا ن قوم ان صدوكم عن المسجد الحرام ان تعبدوا وتعونواعلى البر و التقواى ولاتعونوا على الا ثم والعدوان وتقو الله ان الله شديد العقاب
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya dan binatang-binatang qalaa-id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Secara sosial kehadiran para tamu atau tetangga-tetangga tidak lain mendoakan secara bersam-sama dan ini tidak lain adalah wujud dari tolong-menolong dalam hal kebaikan , dan dengan adanya kegiatan tolong-menolong ini mengandung pelajaran juga untuk si calon anak, keempat Tilawah yaitu membaca Al-qur’an, kelima, Silaturahmi Manifestasi dari hadist: “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaknya bersilahturahmi” (H.R Al-Bukhari), keenam Sedekah.
Ketujuh membaca surat-surat pilihan, antara lain: Yasin: diharapkan sang anak lahir dengan selamat dunia dan akherat, Al-Waqiah: diharapkan sang anak akan selalu mendapatkan rezeki (mudah rezekinya), Ar-Rahman: selalu mendapat kasih sayang dan kenikmatan yang berlimpah, Muhammad: dengan harapan sang anak tumbuh menjadi orang yang selalu memperjuangkan agama Allah SWT, Luqman: dengan harapan sang anak selalu mendapatkan Hikmah, Thaha: diharapkan sang anak akan memiliki sifat-sifat mulia, Maryam: dengan harapan sang anak tumbuh dewasa dengan kuat Imannya, Al-Kahfi: dengan harapan sang anak mampu menahan hawa nafsunya untuk memperjuangkan akidah sebagaimana Ashabul kahfi., Yusuf: memberikan kabar hiburan, Al-Mulk: agar sang anak menjadi generasi yang selamat dari siksa kubur.
Tampaknya upacara tujuh bulanan atau mitoni ini banyak yang mengaitkan dengan penafsiran ayat al-qur’an Surat Al-A’raf: 189 dalam kisah kehamilan Hawa pertama (Istri Nabi Adam) yang berbunyi
(((( ((((((( ((((((((( (((( (((((( ((((((((( (((((((( ((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( ( ((((((( (((((((((( (((((((( (((((( (((((((( (((((((( ((((( ( (((((((( ((((((((( ((((((( (((( ((((((((( (((((( (((((((((((( (((((((( ((((((((((( (((( ((((((((((((( (((((
189. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami terraasuk orang-orang yang bersyukur".
Kata “hamalat hamlan khafifan” (Isterinya itu mengandung kandungan yang ringan) oleh Ibn Katsir ditafsirkan permulaan hamil dan memasuki siklus keempat(nuthfah, alaqah, dan mudhghah). Sedangkan kata “atsqolat da’awallah rabbahuma” (kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah...) dipahami bahwa ketika kandungan beranjak usia tujuh bulan atau menjelang kelahiran si jabang bayi dianjurkan banyak berdoa kepada Allah, agar mendapatkan keturunan yang baik-baik(saleh-salehah) (Faishol&Bakri, 2014. 113)
Kesimpulan
Mitoni merupakan salah satu hasil akulturasi budaya Jawa dengan Agama Islam yang memiliki nilai Islam dan juga falsafah Jawa. Nilai filosofi dalam mitoni yaitu memohon agar keselamatan untuk ibu calon bayi dan bayi yang dikandung.
Dalam tradisi jawa mitoni sudah menjadi kebudayaan yang melekat, biasanya pelaksanaan ritual ini dilakukan pada umur kehamilan tujuh bulan, dengan mengadakan berbagai ritual atau upacara yang sudah turun temurun dilakukan. Pada acara mitoni biasanya melakukan tasyakuran sekaligus do’a bersama untuk mendo’akan keselamatan calon bayi dan ibu bayi, agar pada saat kelahiran nanti sang calon bayi dan ibu bayi selamat.
Prosesi mitoni masih menggunakan cara agama islam walaupun dalam agama islam sendiri tidak ada acara mitoni. Banyak prosesi yang dilakukan yaitu tasyakuran tilawah Qur’an juga bisa sebagai sarana untuk silaturahim dengan acara kajian dan sedekah.
Referensi
Gatut Saksono, Ign dkk. 2012. Faham Keselamatan dalam Budaya Jawa. Ampera Utama
Herawati,Nanik.2010. Mutiara Adat Jawa. Klaten: Intan Parawira.
Prabawa,Benny. 2012. Nilai Filosofi Daur Hidup Mitoni. Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
Widodo, Aris. 2016. Islam Dan Budaya Jawa. Sukoharjo: Fakultas Syariah IAIN Surakarta
Faishol, Abdullah, Samsul Bakri. 2014. Islam Dan Budaya Jawa. Sukoharjo: P2B IAIN Surakarta
Komentar
Posting Komentar