“Payung; multifungsi”
Oleh : Ikhwani Mufidah Mahasiwi BKI IAIN Surakarta


Persoalan payung yang menjadi fakta ketika zaman dahulu dan ketika saat ini, kita mengetahui tentang payung itu sebagai bawaan yang wajib di bawa saat kita sekolah ketika musim hujan tiba dengan begini kita bisa berjaga-jaga untuk mengamankan buku-buku jika nanti saat kita pulang hujan mengguyur, dan mengantisipasi untuk tidak sakit dan saat itulah kita mengamalkan kata pepatah ‘sedia payung sebelum hujan’ yang berarti kita dapat berjaga-jaga dengan banyak hal sebelum ada musibah datang. Payung juga sebagai pembatas dengan terik matahari ketika kita menikmati udara pantai ataupun area sekitar permainan air dengan bercakap-cakap ringan dengan teman-teman dibawah teduhan payung warna pelangi melingkar cukup lebar seperti yang saya alami dahulu ketika berada di Tanjung Benoa, pulau Bali  18 Juni 2014 dengan berteduh dibawah payung saat itu kita bisa mencari aman untuk kulit-kulit kita agar tidak terlalu kepanasan. Bahkan payung bisa juga menjadi alat untuk mencari uang oleh anak kecil dengan bekerja sebagai ojek payung seperti yang banyak kita temukan di sekitar kita. 
Ketika keraton Jawa Tengah, yaitu keraton Surakarta Hadiningrat mengalami perpindahan dari Kartasura menuju kota Solo dikarenakan terdapat sejumlah pemberontakan diiringi manuver-manuver politis yang melibatkan orang-orang Cina dan Jawa , keluarga raja Kartasura, dan pasukan Kompeni serta Madura, yang memorak-porandakan keraton, pada perpindahan tersebut terjadi arak-arakan luar biasa yang lengkap dengan barisan-barisan panjang yang saling ikut-mengikuti ini kita bisa membayangkan dari mulai prajurit, pelayan, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, harus berjalan sepanjang sepuluh kilometer , arak-arakan tersebut berlangsung pada 20 Februari 1745, Sebagai raja Pakubuwana II bergerak pelan-pelan mengendarai kereta kerajaan yang diberi sebutan Kangjeng Kiai Garudha, dinamai dengan sebutan burung mitis kendaraan Dewa Wisnu, yang dihadiahkan oleh Belanda. Kereta ini didahului oleh Komandan Kompeni Baron Van Hohendorff, para anggota keluarga kerajaan, dan para petinggi keraton yang berpayung berbagai warna sesuai dengan urutan-urutan rumit tingkat dan jabatan mereka. (“JAWA” on the subject of “JAVA”, John Pemberton).
Hal tersebut menunjukkan pada zaman tersebut fungsi payung bukan sebagai pelindung hujan maupun panas tetapi sebagai penanda antara kalangan atas dan kalangan bawah, payung menurut keraton merupakan salah satu benda pusaka yang keberadaannya sebagai alat vital dan sangat penting dalam upacara-upacara yang dilakukan oleh keraton. Esensi lain, terlihat saat payung di pakai oleh perusahaan bank untuk edisi iklan, kita jumpai di televisi. saat itu sedang terjada huru hara bencana alam yakni puting beliung, dari iklan tersebut seperti ada uang uang yang berterbangan seperti dibawa angin puting beliung, serasa di hujani uang jika kita menabung di Bank tersebut yang berarti menguntungkan bagi kita , aktor menggunakan payung dengan cara di balik untuk menangkap uang-uang tersebut, menjadi hal yang lucu dan menggelikan, payung disini kehilangan fungsi yang sewajarnya.
Tak bisa dipungkiri juga dari kita pasti pernah melihat atau malah mempunyai payung-payung berlogo dan bertuliskan nama Bank, yang kita mendapatkannya jika kita bernasabah di Bank tersebut. Atau malah dengan contoh lain kita bisa mendapatkannya dengan mengikuti  jalan santai  yang pasti bertebaran doorprize dan mungkin akan berhadian payung bersponsor. Media promosi dengan menggunakan payung disini dianggap menguntungkan, selain harga payung yang tidak seberapa mahal dan mudah didapatkan untuk sekedar dijadikan bahan project. 
Pada saat ini payung mempunyai fungsi lain juga, selain yang kita ketahui sebagai alat pelindung ketika hujan maupun panas tetapi juga sebagai Fashion dan Aksesoris, sebagai contoh pertama, jika kita jeli saat menonton film yang belum lama ini naik daun yaitu film Ada Apa Dengan CINTA 2 yang disutradarai Riza Riri, pada film tersebut saat Karmen, Maura, dan Milly sedang berjalan menuju keluar toko saat beli oleh-oleh di depan jalan masuk tersebut terdapat payung bersusun dua yang digunakan untuk memayungi patung-patung, contoh kedua terdapat pada video clip I WON’T LET YOU DOWN karya OK GO, pengambilan video tersebut berada di Jepang, lebih tepatnya berada di Longwood Station Chiba Prefecture dalam video tersebut OK GO bersama penari-penari lainnya terlihat ambisius dengan menggunakan payung-payung bermacam-macam warna sebagai alat utama koreografi video tersebut, terlihat memukau dan apik dengan kelincahan gerakan menutup dan membuka payungnya. 
Sebagian dari kita juga tau atau malah pernah mengunjungi festival payung yang diadakan di wisata terdekat sekitar kita, disitu banyak payung yang ditata semanis mungkin, terlihat elegan, tapi glamour, dan di bungkus semenarik mungkin, lagi-lagi payung disini bukan sebagai penahan hujan ataupun panas tetapi sebagai background berfoto kaum muda-mudi, payung-payung tersebut akan memanjakan mata yang hadir pada acara festival tersebut.

Komentar

Postingan Populer